Aku selalu percaya bahwa sosok inspiratif selalu ada di mana
pun kita berada. Di mana pun ketika kita bisa membuka pikiran kita bahwa ia,
atau mereka adalah inspirasi. Siapa pun mereka.
Seperti beberapa sosok yang akan aku ceritakan di postingan
kali ini.
Ku menatap matanya tanpa sengaja
Kuulurkan tanganku ketika pertama kali
menyapa
Kecil sosoknya
Besar jiwanya
Kecil matanya
Terang sinarnya
Ia buka hatiku secara perlahan
Bahwa ia ingin menjadi sosok yang apa adanya
Dengan tiada beban di garis tawanya
Bahwa ia ingin menggapai bintangnya
Dengan lompatan yang setinggi-tingginya
Merekalah peserta didik di sebuah SD Negeri di Kota Surabaya.
Kebetulan yang aku dan teman-teman kunjungi saat itu adalah kelas 5nya dalam
rangka pelaksanaan agenda mengajar. Berhubung kami adalah mahasiswa Perencanaan
Wilayah dan Kota, jadi yang kita ajar, hm, beri tahu kepada mereka adalah
wawasan mengenai lingkungan hidup dan perkotaan, lebih mengerucut lagi kepada
kawasan sejarahnya.
Aku mendapat bagian menjadi penanggung jawab kelas 5C.
Ketika aku dan teman-teman memasuki kelas, antusiasme mereka terlihat sangat
tinggi. Itu dibuktikan dengan tepuk pramukanya yang mereka perlihatkan kepada
kami sebelum materi dimulai. Aku sempat tercengang. Aku sempat salah tingkah.
Aku sampai nggak tau harus memuji mereka seperti apa. Aku sampe nggak tau
gimana caranya menyembunyikan rasa kagum yang berlebih ini.
Ada satu anak yang kupikir adalah ketua kelas. Dia sangat
dominan di kelas. Namanya Radit. Aku lupa siapa nama lengkapnya. Kalau kamu
ingat masa SD-mu, ketika melihat dia pasti kamu teringat sama temanmu yang
paling nakal satu sekolah. Ocehannya lucu, kadang mengganggu. Tapi, ya, namanya
juga anak kelas 5 SD. Mungkin dia butuh perhatian lebih, dan yang pasti dia
butuh pendidikan yang luar biasa. Dari segi baik dari segi akademik, maupun
psikologi.
Proses dibutuhkan jikalau tidak ingin malu
Tidak seperti aku
Ternyata kamu
Bukan sangkaanku
Kegiatan mengajar ini berlangsung selama dua hari. Setiap
hari sabtu, dalam dua minggu berturut-turut. Ketika hari kedua akan berakhir,
aku baru menyadari bahwa aku telah salah men-cap Radit sebagai anak yang nakal.
Ternyata dia punya hati, ternyata dia peduli. Ketika kelas 5C dinobatkan
menjadi juara 1 dalam perlombaan kali itu dan mendapat hadiah jajanan anak SD
yang super banyak, dan ketika teman-temannya berebut untuk mendapat bagian
lebih, dia bilang sama aku, “Mbak, ini sisain buat guru boleh, ya?” Aku memandanginya
sesaat, kagum. Aku yang sebesar ini aja nggak peka kalau mereka akan bertemu
guru di hari Seninnya. Aku langsung mengiyakan tanpa banyak tanya dan berkata.
Kecil tubuhmu
Jauh pikiranmu
Besar impianmu
Kuat jiwamu
Jauh langkahmu gapai citamu
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sikap dan perilaku
anak SD. Salah satu contohnya adalah kekuatan mereka untuk memiliki cita-cita.
Bahkan selama 18 tahun ini aku nggak tau aku bakal jadi apa esok hari. Kusorot
satu anak, Andika. Anak laki-laki berbadan mungil dengan senyum yang sangat
manis. Aku sudah melihat bakatnya ketika pertama kali kuberi tugas untuk
menggambar. Teman-temannya yang lain bahkan iri padanya karena bakat
menggambarnya. Katanya, ia mau menjadi arsitek atau pelukis. Dengan jiwanya yang
kuat, aku yakin pasti dia bisa mewujudkannya.
Matanya liar menatap sekitar
Kacamata tak menjadi penghalang
Justru itu adalah kekuatan
Untuk mengatakan TIDAK pada
suasana yang salah
Dan IYA dalam kebenaran
Tanpa rasa gentar bertanam di
benaknya
Indy namanya. Cantik, berambut panjang yang selalu dikucir kuda.
Kacamatanya menambah kesan jenius pada wajahnya. Sikapnya yang tomboi sesuai
dengan pikiran kritisnya yang tajam. Lidahnya langsung bergerak ketika ingin
berbicara. Aku lihat nilai akademiknya nggak begitu bagus, tapi wawasannya
sangat, sangaaaaaatt luas. Aku pun baru pertama kali bertemu dengan kritikus
kecil, dengan kata ‘sabotase’nya yang membuatku tercengang. Gila, anak kelas 5 SD bicaranya udah kayak
gini, aku aja kalah. Walaupun sikap manjanya masih terlihat, tapi aku yakin
Indy berkesempatan bagus untuk menjadi seorang perubah lingkungannya.
Itu adalah beberapa anak-anak inspiratif yang paling menonjol saat
itu. Bukan, bukan aku yang pilih kasih, tapi aku baru melihat beberapa.
Penilaian itu butuh proses. Bisa jadi yang lain lebih inspiratif.
Air mata pun menghiasi pelepasan kami dengan mereka. Aku paling nggak
suka sama perpisahan kayak gini. Foto sana-sini, minta nomor hp sana-sini, biar
kelak tali silaturahmi di antara kami nggak putus.
2-04-2014 23.21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar