Kamis, 04 September 2014

Gabut!

Gabut.

Gabut telah merubah artian namanya menjadi sesuatu yang lain. Mirip, tapi tidak serupa.

Gabut merupakan singkatan dari Gaji Buta. Setau saya, dulu namanya itu "Magabut" atau Makan Gaji Buta. Karena kepanjangan jadi dipendekin jadi gabut.

Gabut disebutkan ketika ada orang yang seenaknya sendiri nggak melakukan apa-apa tapi mendapatkan kompensasi yang besar. Tidak adil!

Dulu waktu SMA gabut ditujukan kepada guru-guru yang jarang masuk.

Kalau lagi teamwork, gabut digunakan ketika ada orang yang santai-santai tapi dapat apresiasi kerjanya. Huft menyebalkan.

Lama-kelamaan, gabut tersebut menjadi kata yang digunakan untuk orang yang tidak melakukan apa-apa, bahkan tidak mendapatkan apa-apa dari kerjaannya itu.

Contohnya ada di kalimat ini: Aku gabut hari ini, nggak ngapa-ngapain di kosan.

Padahal dari ke-nggak-ngapa-ngapain-nya ini dia nggak dapat apa-apa. Kenapa dibilang gaji buta? Gajinya aja nggak dapat.

Sekian.

Sekian pemikiran saya yang sedikit rumit.

Senin, 01 September 2014

Maka Nikmat Tuhanmu Manakah yang Engkau Dustakan?

Aku mau cerita.

Dua hari yang lalu aku pergi ke sebuah supermarket di suatu kawasan di Surabaya. Niatku mau membeli minuman dingin. Berbeloklah aku ke arah kiri, tempat biasa kulkas yang berisi minuman itu berada. Aku kaget waktu aku sampai di tikungan gang kulkas.

Aku melihat seorang laki-laki sedang berlutut sambil bercanda dengan teman di sebelahnya yang berdiri. Aku mikir, anak ini kurang kerjaan banget ndelosor di supermarket macam ini. Setelah temannya mengambil sebotol minuman, laki-laki itu sedikit menggerakkan badannya sampai terlihat tangannya.

Terkesima aku melihat laki-laki itu. Ternyata kakinya memang tidak bisa menopang badannya. Tangannya pun terlihat tidak tumbuh sempurna. Tapi dia masih tertawa dengan temannya.

Dan satu hal, wajahnya terlihat oriental. Di mana biasanya di Surabaya (nggak tau kalau di tempat lain) orang-orang berwajah seperti itu terlihat sempurna dengan gaya dan bajunya yang modis. Inilah bukti bahwa Allah itu tidak pilih kasih, guys!

Hm, ada cerita serupa.

Besoknya, setelah rapat dan persiapan untuk hari esoknya lagi, aku dan temanku membeli makan malam. Aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya (padahal dekat sama kosanku). Maklumlah anak kos, jadi makan penyetan aja, yang murah.

Setelah pesan ke Bapak yang menyambut kami, dia langsung melayani kami dengan mengambil lauk pilihan kami. Awalnya biasa aja sih aku ngelihatnya, eh setelah diperhatikan kok dia selalu menggunakan tangan kirinya.

Ternyata tangan kanannya tidak sempurna. Aku nggak tau apa penyebabnya, intinya tangan kanannya tidak bisa digunakan kecuali untuk menjepit uang saat penghitungan.

Dua hari berturut-turut. Aku kagum aja sama orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik tapi masih semangat menjalani kehidupannya. Menuai senyum dan tawa. Berpeluh demi mempertahankan nyawa.

Ah, apakah kita nggak malu dengan mereka? yang tinggal ongkang-ongkang kaki terima uang dari orang tua? yang tinggal berleha-leha lalu mendapatkannya seketika? yang masih berkeluh kesah ketika tertimpa masalah yang nggak seberapa?

Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?