Senin, 16 Juni 2014

PERSEGI

Wahai Persegi...
Pedulikah aku dengan rupamu yang mulai reyot direnggut usia
Bentukmu yang tak lagi selaras dengan nama
Warnamu yang terus memudar
Takkan meruntuhkan pesona yang masih gemilang
Tidak mungkin menutupi auramu yang nyaman

Wahai persegi...
Aku rindu mengetuk persegi panjangmu yang terbuat dari kayu
Yang berdiri kokoh di depanmu seakan ingin selalu menjagamu
Aku rindu menapaki  barisan persegi-persegi kecilmu
Yang sejuk dan menjalankan aliran istimewa

Wahai Persegi...
Aku mungkin takkan lagi melakukan jejak demi jejak di dalammu setiap saat
Aku mungkin takkan lagi membuka penjaga persegi panjangmu setiap hari
Aku pun kini sedang bersama persegi lain yang lebih rupawan.

Tapi persegi,
Aku selalu ingin pulang
Aku selalu ingin menciptakan tawa di dalammu,
Bersama mereka.

 

INAS YAUMI AISHARYA 14 JUNI 2-14 21.40

Senin, 09 Juni 2014

Ibu Jerapah

Ibu. Ah, semua Ibu memang tidak ada yang tidak memperjuangkan hidup anaknya. Tidak ada yang membiarkan anaknya terlantar, atau mati kedinginan.
 
Ketika Ibu-ibu manusia ditakutkan oleh pertanyaan, “bagaimana anakku nanti ya?” yang kadang disebabkan oleh media yang sering menayangkan kelainan pada anak, penyakit pada anak, ini lah, itu lah. Namun bagaimanapun anaknya nanti, seorang Ibu akan mati-matian berjuang menghidupi anaknya, dengan keteguhan.
 
Bagaimana dengan Ibu jerapah? Apakah ia akan diresahkan oleh kabar-kabar tentang anak lain melalui media? Apakah dunia jerapah memiliki televisi untuk dilihat bersama-sama? Mungkin tidak. Tapi keresahan akan lebih terasa oleh seekor jerapah. Bagaimana tidak, dengan kondisi tubuhnya yang tidak mungkin melakukan kegiatan duduk di tanah akibat takut dimangsa, ibu jerapah harus resah memikirkan bagaimana anaknya lahir nanti.
 
Bayangkan, jika kepalanya yang keluar terlebih dahulu, lehernya akan retak karena ditopang oleh bagian tubuh lain. Jika kepalanya keluar terakhir, maka lehernya juga akan retak karena berat badannya menarik kepala dan lehernya keluar.
 
Lalu? Bagaimana bisa Si Bayi jerapah itu bisa lahir dengan selamat? Ternyata panggul belakang jerapah yang berukuran amat lebih kecil daripada bahu depan dan panjang lehernya berukuran cukup untuk memungkinkan kepala melalui rahim dan mendarat di panggul belakang. Kaki belakang keluar dulu untuk menjaga jatuhnya bagian tubuh yang lain. Kepalanya disokong dan dibantali oleh panggul belakang, dan lehernya lumayan lentur, memungkinkan lengkokan tajam di sekitar bahu depan. Hal itu disusul oleh berdirinya bayi jerapah dengan anggun di antara kaki induknya.



See? Semua ibu memiliki keresahan yang amat kepda masa depan buah hatinya. Dan semua Ibu percaya, apapun dan bagaimanapun anaknya lahir nanti, pasti ada Tuhan yang maha bijak yang pandai mengatur proses dan hasilnya.
 
Satu lagi, kecongkakan jerapah yang terlihat dari menonjolnya diri di antara satwa yang lain bukan atas kesombongan dirinya. Toh jerapah tetap menjalani perjuangan untuk mempertahankan hidupnya dan generasinya.

Selasa, 03 Juni 2014

Memancing Kebahagiaan

Siapa di sini yang tidak bahagia? Ayo acungkan tangan!!

Ah, sebenarnya semua orang itu bisa bahagia, kok. Karena bahagia itu mudah, karena bahagia itu ada ketika kita bisa bersyukur.

Itu kuncinya: BERSYUKUR!

Jadi, apakah bahagia itu perlu untuk dipancing? Jelas iya. Bagaimana caranya? Ya, bersyukur itu tadi.

Muter-muter? Oke maafkan daku :)

Sebenarnya bahagia itu sederhana, loh! Bahagia itu bisa datang dari mana aja. Bahagia itu nggak mesti pergi dengan orang terkasih, kok. Bahagia juga nggak mesti melakukan suatu hobi. Justru kebahagiaan itu yang akan menimbulkan sebuah hobi, mungkin.

Aku mau membahas tentang kalimat: Bahagia nggak mesti melakukan suatu hobi.

Ya, siapa di sini yang nggak bahagia kalau udah melakukan hobinya? Pasti semua bahagia, kan? Padahal bahagia itu nggak mesti melakukan apa hobimu. Yang penting bisa mensyukuri apa yang sedang dilakukan dan menikmatinya, semua bisa bahagia.

Seperti aku tanggal 29 Mei 2014 kemarin. Aku diajak memancing sama teman-temanku di sebuah tempat di Jawa Timur. Ini mancing ikan beneran, lho, rek, bukan mancing perkara apalagi mancing cowok huahahaha. Kalau dipikir-pikir, ngapain juga mancing, nunggu lama, belum tentu juga dapat ikan. Pasti ada deh yang mikir kayak gitu. Hayo ngaku!

Mancing kali ini kami targetkan mendapat kuran lebih 40 ikan bandeng. Buat apa? Jadi malamnya itu ada acara angkatan. Kami bakal makan-makan seangkatan dari hasil mancing itu.

Kami datang bersembilan. Karena yang lain cowok dan ceweknya cuma aku sama Nisa, jadi aku sama Nisa nyewa satu pancing buat berdua.

Aku sama sekali belum pernah mancing sebelumnya. Bolak-balik diajarin  ngelempar umpan nggak bisa-bisa, sampai-sampai diketawain sama Bapak-bapak di sebelah. Sumpah malu banget. Akhirnya karena aku malu, kuminta Nisa yang ngelempar umpan.

STRIKE!

Ikan hasil pancinganku :)
Nisa menyadari itu tapi Nisa nggak sanggup narik pancingnya. Sekarang gantian aku yang kerja: NARIK PANCING! hahaha kerja sama yang baik dengan Nisa! Aku dan Nisa berhasil menangkap lima ikan Bandeng dengan ukuran beragam.

Entah apa yang membuat aku senang hari itu. Mungkin aku melakukan suatu kegiatan pertama kali dengan girang, makanya aku senang. Sumpah aku senang banget hari itu!!


Aku dan teman-teman: (dari kiri) aku, edwin, ali, nisa, ade, fadli.
Ikan hasill pancingan kami. 14,7 rek!
Kalau ditotal-total dengan hasil pancingan teman-teman lain, kami membawa pulang 14,7 kilogram ikan bandeng dengan jumlah ikan 38. Dari jam 09.00-14.00. Pulangnya kami makan ikan Napoleon di warung dekat tempat pemancingan sambil menunggu ikan hasil pancingan kami dicabut durinya.

Padahal memancing bukan hobiku. Tapi aku bahagia karena aku bisa bersyukur dan menikmati kegiatanku hari itu :)

BONUS FOTO:

Kondisi di belakang tempat kita makan: perahu berlalu-lalang

Pulangnya kita lewat sebelah landasan pesawat, loh. cuma ini foto timingnya gak pas aja:(

Ini foto tambak yang kita lewatin